Selasa, 01 Agustus 2017

HAK ATAS KEKAYAAN MILIK INTELEKTUAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Bisnis adalah suatu kegiatan perdangan namun meliputi unsur-unsur yang lebih luas yaitu pekerjaan, profesi, penghasilan, mata pencarian, dan keuntungan. Dalam perkembangannya bisnis menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga tidak dapat dipisahkan dengan berbagai macam ancaman bahkan perselisihan didalamnya.
Setiap bisnis tentunya tidak pernah lepas dari Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) seperti merek dan patent. Di era digital dan global ini, melindungi sebuah merek dagang serta patent sangat penting. Sejarah sudah membuktikan bahwa banyak sekali bisnis yang tumbuh besar dan meraup keuntungan yang sangat besar karena mereka mampu memanfaatkan kekuatan merek dan invention mereka.
Selain melalui paten, perusahaan juga dapat meraih keuntungan dengan memanfaatkan merek. Merek tidak hanya menjadi simbol pembeda antar produk, tetapi sudah menjadi sebuah definisi harga sebuah produk. Merek dapat menjadikan sebuah produk menjadi memiliki nilai yang berlipat ganda. Kekuatan dari setiap merek tentu saja tidak lahir begitu saja melainkan melalui sebuah proses panjang mulai dari kualitas produk itu sendiri sampai branding dan marketing yang akhirnya membentuk dan memposisikan merek tersebut di benak masyarakat. Pada titik ini lah akhirnya kita baru sadar bahwa sangat penting untuk melindungi merek tersebut. Dengan melindungi merek kita melalui Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), maka kita dapat memanfaatkan semua kekuatan merek untuk bisnis kita.
Selama ini pembajakan hak cipta sudah menjadi tradisi sehari-hari (membudaya) dan bukan dianggap sebagai suatu kejahatan. Dalam hal pemahaman akan pentingnya HaKI kita sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. Bayangkan saja paten internasional tempe yang terdaftar atas nama periset Indonesia hanya tiga, sedangkan yang dimiliki asing sebanyak 15 Paten (Data tahun 2001). Demikian juga dengan hasil kerajinan rotan, temuan tentang rancang bangun rotan di Amerika Serikat jumlah patennya mencapai 193 buah, sedangkan Indonesia hanya 7 paten.
Melihat fakta diatas, sangat penting sekali bagi masyarakat Indonesia untuk memahami pentingnya HaKI. Agar setiap produk, bisnis, dan jasa yang kita jalankan dapat dilindungi keberadaanya. Perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah hal yang sangat penting bagi tatanan ekonomi modern.
Pelaksanaan dan perlindungan HKI akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman di sejumlah negara memperlihatkan bahwa pelaksanaan dan perlindungan HKI turut mendorong investasi dan pengalihan teknologi secara cepat serta merangsang daya saing masyarakat dan perusahaan setempat.
Di Indonesia, Undang-undang yang melindungi karya cipta adalah Undang-undang nomor 6 tahun 1982 tentang hak cipta, dan telah melalui beberapa perubahan dan telah diundangkan Undang-Undang yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak diundangkan. Tidak hanya karya cipta, invensi di bidang teknologi (hak paten) dan kreasi tentang penggabungan antara unsur bentuk, warna, garis (desain produk industri) serta tanda yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan jasa (merek) juga perlu diakui dan dilindungi dibawah perlindungan hukum. Dengan kata lain Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) perlu didokumentasikan agar kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.    Apa yang di maksud dengan HAKI dan apa saja prinsip-prinsipnya ?
2.    Bagaimana kondisi HAKI di Indonesia?
3.    Apa landasan hukum HAKI di Indonesia?
4.    Apa saja yang termasuk ruang lingkup HAKI?
5.    Mengapa Perlindungan Haki itu penting?
6.    mengapa perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia masih lemah?
7.    Bagaimanakah prospek hukum hak atas kekayaan milik intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bisnis di Indonesia?

C.     TUJUAN
Adapun tujuan dari penulis disini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian HaKI dan prinsip-prinsipnya.
2.      Untuk mengetahui bagaimana kondisi HAKI di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui landasan hukum HAKI di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui ruang lingkup HAKI.
5.      Untuk mengetahui pentingnya HaKI.
6.      Untuk mengetahui sebab-sebab lemahnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia.
7.       Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai prospek hukum hak atas kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bisnis di Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HAKI
Kekayaan Intelektual atau Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk  Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
 Istilah HAKI sebelumnya bernama Hak Milik Intelektual yang selama ini digunakan. Istilah Hak Milik Intelektual (HMI) masih banyak digunakan karena dianggap logis untuk memilih langkah yang konsisten dalam kerangka berpikir yuridis normatif. Istilah HMI ini bersumber pada konsepsi Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 499, 501, 502, 503, 504.
Menurut Undang-undang No. 19 Tahun 2002 pasal 1 angka 1 bahwa Hak Cipta sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. HaKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mendefinisikan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 1 ayat 1).

B.   PRINSIP-PRINSIP HAKI
a.       Prinsip Ekonomi (The Economic Argument)
Berdasarkan prinsip ini HKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptaannya. Prinsip ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

b.      Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice)
Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya. Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

c.       Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument)
Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.

d.      Prinsip Sosial (The Social Argument)
Berdasarkan prinsip ini, sistem HKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan atau kesatuan itu saja melainkan berdasarkan keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia. Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

C.   KONDISI HAKI DI INDONESIA
Hak Atas Kekayaan Intelektual menjadi sangat penting untuk menggairahkan laju perekonomian dunia yang pada akhirmya membawa kesejahteraan umat manusia. Meski terus ada upaya pengurangan angka tarif dan kuota secara gradual dalam rangka mempercepat terbentuknya perdagangan bebas, jika produk impor barang dan jasa dibiarkan bebas diduplikasi secara ilegal, ini merupakan beban berat bagi pelaku perdagangan internasional.
Pelanggaran HAKI berupa pembajakan (piracy), pemalsuan dalam konteks hak cipta dan merek dagang (counterfeiting), dan pelanggaran hak paten (infringement) jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku ekonomi, terutama akan melukai si pemilik sah dari hak intelektual tersebut. Begitu pun konsumen dan mekanisme pasar yang sehat juga akan terganggu dengan adanya tindak pelanggaran HAKI ini.
Pelanggaran HAKI yang terjadi antara lain juga karena saat itu DPR belum menyelesaikan undang-undang  tentang HAKI serta ketidakpahaman aparat hukum dan masyarakat tentang hal tersebut. Hak cipta yang sering dijiplak itu, antara lain karya fil, musik, merek, program komputer, dan buku.
Indonesia sebagai salah satu anggota WTO (World Trade Organization) telah memiliki serangkaian undang-undang yang berkaitan dengan HAKI. Substansinya secara serius telah diadaptasikan dengan standar-standar perlindunga internasional. Perlindungan HAKI bukan lagi merupakan kebutuhan domestik suatu negara, tetapi telah menjadi tuntutan secara universal dalam upaya membangun pasar dunia yang harmonisdan dinamis. Keputusan yang diambil sangat tepat tetapi dalam implementasinya kita patut mengkhawairkannya, melihat supremasi hukum yang belum bisa ditegakkan di negara kita.
Saat ini Indonesia telah mempunyai undang-undang  di bidang HAKI sebagaimana yang diamanatkan oleh perjanjian internasional yang telah diikuti Indonesia.  HAKI kini menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. HAKI kini menjadi suatu kenyataan bahwa HAKI sangat melekat pada kehidupan sehari-hari.  Setiap hal yang melekat pada tubuh manusia tiak terlepas dari masalah HAKI.
Permasalahan HAKI di Indonesia memang tergolong kompleks yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan membalikan telapak tangan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyekesaikan sistem HAKI agar sejalan dengan ketentuan internasional yang telah disepakati. Perlahan tapi pasti perubahan menuju keadaan yang lebih baik yang menghargai karya intelektual orang lain akan berusaha untuk dicapai.
Begitu pula usaha untuk melengkapi semua produk hukum dibidang HAKI sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang yang telah ada. Lengkapnya aturan main disertai dengan upaya penegakan hukumnya diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai tempat yang kondusif bagi investasi asing dan memperbaiki citra Indonesia di dunia internasional.



D.    LANDASAN HUKUM HAKI
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
1.      Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
2.      Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
3.      Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
-          Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
-          Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR).

E.     RUANG LINGKUP HAKI
1.      Hak cipta  (copy right)
Hak cipta adalah hak eklusif hak (hak yang semata-mata diperuntukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pilihan lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya)  bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan-peraturan yang berlaku. Di Indonesia, pengaturan hak cipta diatur dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta (UUHC).
Sifat kebendaan hak cipta yaitu benda bergerak tidak berwujud. Hak cipta ini bisa beralih dari satu orang ke orang lain tapi tidak bisa secara lisan harus dengan bukti otentik secara tertulis baik tanpa atau dengan akta notaris.
Pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral HKI atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan. Hak pencipta dibagi 2, yaitu:
a)      Hak ekonomi (economi right) adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi bagi penciptanya atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat atas ciptaan serta produk hak terkait.
b)      Hak moral ( moral right) adalah hak yang melekat  pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun walaupun hak ekonomi pada hak cipta atau hak terkait telah dialihkan, kecuali dengan persetujuan pencipta dengan persetujuan ahli warisnya dalam pencipta telah meninggal dunia.

2.      Hak  paten (patent)
Hak paten adalah hak eklusif yang diberikan oleh Negara kepada investor atau hasil invensi dalam bidang teknologi, selama jangka waktu tertentu melakukan invensinya atau memberikan persetujuan pada pihak lain untuk melaksanaknnya. Dasar hukumunya yaitu UU No. 24 tahun 2001 tentang paten.

3)      Hak merek (trademark)
Pasal 1 ayat 1 UU Merek merumuskan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tanda yang dapat diklasifikasikan merek yaitu, kata, huruf, angka, gambar, warna, dan gabungan unsur-unsur tersebut, seperti satu warna (single colour), tanda-tanda 3 dimensi baik berbentuk sebuah produk atau kemasan, tanda-tanda yang dapat didengar, tanda-tanda yang dapat dicium, tanda-tanda bergerak.
Merek terdiri dari merek jasa, dagang dan kolektif. Ketentuan dalam pendaftaran merek mencakup hal sebagai berikut:
- Sebuah merek bisa didaftarkan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a.      Adanya daya pembeda
b.      Keaslian (originality)
- Sebuah merek tidak dapat didaftarkan apabila terjadi hal-hal berikut:
a.      Permohonan dilakukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik
b.      Merek tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini:
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
2. Tidak memiliki daya pembeda
3.  Telah menjadi milik umum
4.   Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang    dimohonkan pendaftarannya.
10 prinsip penting UU Merek Indonesia:
1.      Merek merupakan sebuah tanda yang membedakan sebuah produk barang atau jasa dengan produk barang atau jasa lain yang sejenis
2.      Perlindungan merek diberikan dengan pendaftaran
3.      Pihak yang mengajukan permohonan dibatasi
4.      Jangka waktu perlindungan merek dapat diperpanjang
5.      UU merek menyediakan pengecualian khusus terhadap perlindungan indikasi asal yang tak harus didaftarkan
6.      Menganut asas pendaftar pertama.
7.      Menggunakan prinsip permohonan merek yang beritikad baik
8.      Penghapusan merek oleh Direktorat Jendral HKI terjadi karena 4 kemungkinan, yaitu atas prakarsa Direktorat Jendral HKI, atas permohonan dari pemegang merek, keputusn pengadilan, tidak diperpanjangnya jangka waktu perlindungan merek
9.      Putusan pengadilan niaga hanya data diajukan kasasi
10.   Menyadarkan proses tuntutan pidana berdasarkan delik aduan.

F.      PENTINGNYA HAKI
Memperbincangkan masalah HaKI bukanlah masalah perlindungan hukum semata. HaKI juga erat dengan alih teknologi, pembangunan ekonomi, dan martabat bangsa. Secara umum disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Dalam hasil kajian World Intellectual Property Organization (WIPO) dinyatakan pula  bahwa HaKI memperkaya kehidupan seseorang, masa depan suatu bangsa secara material, budaya, dan sosial.
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HaKI yang baik, yaitu meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi,  mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,  dapat membantu komersialisasi dari suatu invensi (temuan),  dapat mengembangkan sosial budaya, dan  dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Oleh karena itu, pengembangan sistem HaKI nasional sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan hukum (legal approach) tetapi juga teknologi dan bisnis (business and technological approach) dan  sistem perlindungan yang baik terhadap HaKI dapat menunjang pembangunan ekonomi masyarakat yang menerapkan sistem tersebut.

G.   LEMAHNYA PERLINDUNGAN HAKI DI INDONESIA.
Indonesia masuk negara ke empat terburuk di dunia dalam pembajakan dan pemalsuan, dan Indonesia bisa ditempatkan sebagai pelaku utama dari negara yang menjalankan bentuk-bentuk baru halangan perdagangan (trade barrier) dalam skema pasar ekonomi tradisional. Bahkan Indonesia dijuluki sebagai salah satu negara pembajak kekayaan intelektual terhebat di dunia. Sebuah julukan yang teramat buruk. Dan yang lebih membahayakan lagi, julukan itu bisa membuat masa depan ekonomi Indonesia terguling lebih cepat dari yang diduga. Pasalnya, kebiasaan menjadi pelanggar HAKI membuat kreativitas dan segala bentuk intellectual property yang menjadi modal perekonomian global masa depan tak bisa tumbuh lagi. Kita tidak akan mampu bersaing dalam pasar perekonomian global dan akan terus-menerus menghadapi gugatan pihak asing yang bisa menjadikan suasana perekonomian semakin tidak kondusif.
Saat ini Indonesia bertekad untuk tidak mengindahkan kesepakatan internasional yang berkaitan dengan HAKI, karena dengan satu alasan logis bahwa Indonesia belum mampu untuk bersaing dengan negara maju, sehingga harus diberi kesempatan untuk menyamai kemampuan negara maju tersebut. Setelah sekian lama kita menafikkan etika internasional tersebut, ternyata tidak juga membawa kesadaran baru bahwa yang namanya proses transfer ilmu pengetahuan itu ada batas akhirnya. Sebuah batas akhir sampai kita benar-benar mampu memodifikasi hasil latihan kita menjadi sebuah karya baru yang layak untuk diberi Hak atas Kekayaan Intelektual. Kita jangan hanya menjadi bangsa pemimpi akibat dari kebanggaan yang berlebihan bahwa bangsa ini sudah sedemikian besar dengan kandungan kekayaan alamnya yang melimpah ruah.
Penyebab utama masih rendahnya tingkat pengajuan paten oleh peneliti Indonesia, yaitu antara lain faktor masih  relatif redahnya intensif atau penghargaan atas karya penelitian oleh pemerintah hingga pada akhirnya kurang memicu peneliti dalam menghasilkan karya ilmiah yang inovatif. Faktor kedua adalah porsi bidang riset teknologi senilai kurang dari 1 % dari anggaran pemerinta yang amat jauh tertinggal dari rata-rata angka riset negara industri maju pada umumnya. Hal ini akan mewariskan lingkungan yang tidak kondusif dalam menumbuhkan SDM yang berkualitas dengan kemampuan ilmu yang tinggi. Faktor ketiga adalah para peneliti juga sering kurang menyadari pentingnya perlindungan paten atas penemuannya, selain kecenderungan berorietasi pikiran jangka pendek demi mengejar nilai kredit poin semata.Faktor keempat adalah jarak lokasi tempat kerja peneliti yang tersebar di berbagai pelosok daerah menyebabkan pos pengeluaran biaya perjalanan untuk pengurusan paten menjadi hambatan tersendiri. Di negara-negara indusrti maju, informasi dan pendaftaran paten telah ditampilkan pada web secara online. Singapura dengan proaktif telah menampilkan pangkalan data (database) mengenai aplikasi pengajuan paten, persetujuan paten, downloding info, sampai melkasanakan transaksi otomatis secara online. Jika info HAKI ditampilkan resmi di internet maka kendala dalam proses pengajuan dengan datang langsung ke Direktorat Jendral HAKI yang berkantor di Tanggerang dapat serta merta dihilangkan.
Namun, sekalipun sudah terdapat berbagai undang-undang mengenai perlindungan HaKI, hingga tahun 2004 Indonesia masih dipandang sebagai salah satu negara terburuk dalam hal perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Berkali-kali Indonesia gagal keluar dari Priority Watch List. Menurut USTR, penyebabnya adalah tingginya pelanggaran Hak Cipta di Tanah Air yakni pembajakan cakram optik musik, film dan peranti lunak. Khusus di peranti lunak, laporan Business Software Alliance (BSA) menyebutkan tingkat pembajakan software di Indonesia pada 2003 mencapai 88% dengan kerugian potensial sekitar US$157 juta. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara pembajak keempat di dunia dan ketiga di Asia Pasifik. Sejak 1999, negara ini tidak bisa beranjak dari posisi empat besar negara dengan tingkat pembajakan tertinggi.
Berbagai catatan buruk pelanggaran Hak Cipta itu merugikan citra Indonesia dalam aktivitas perdagangan dan investasi dunia. Padahal, keduanya sangat diperlukan untuk mengangkat negara ini dari krisis perekonomian. Status Priority Watch List berdampak psikologis dalam percaturan perdagangan internasional Indonesia walaupun tidak ada dampak secara langsung selama Indonesia tidak masuk Piority Foreign Country.. Bagi Amerika Serikat (AS) dan umumnya negara maju, perlindungan HaKI merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi mitra dagangnya. Jika hal ini diabaikan, AS akan menaikkan status negara mitra menjadi Foreign Priority Watch List dan memberikan sanksi dagang. Sanksi ini pernah diberikan kepada Ukraina dengan membatalkan ekspor negara itu ke AS senilai US$75 juta.
Untuk itu, Pemerintah berupaya keras untuk memperbaiki perlindungan HaKI ini dimulai dengan menggelar infrastruktur hukum. Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan HaKI yang berulangkali disesuaikan dengan standar TRIP (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) dari WTO (World Trade Organization). Terakhir, pemerintah memberlakukan secara efektif UU Hak Cipta (UU No.19/2002) pada pertengahan 2003. Berbagai razia pun digelar di mal-mal yang dikenal sebagai pusat penjualan software bajakan. Ditjen HaKI juga mengirim surat kepada 10.000 konsumen kalangan bisnis untuk mulai menggunakan peranti lunak legal.
Berkat kerja keras Pemerintah, pada tahun 2006 Indonesia keluar dari Priority Watch List. Namun tahun 2009 ini, USTR kembali memasukkan Indonesia dalam PWL. Ada tiga kelemahan Indonesia dalam memberikan perlindungan dan penegakan hukum HaKI yang menjadi alasan utama yang dikemukakan USTR dalam rilisannya, yaitu:
1)Kebijakan Optical Disc dinilai tidak efektif (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik)
2)Rendahnya penuntutan terhadap kasus kejahatan di bidang HaKI, termasuk penyelidikan yang berjalan lambat dan sedikitnya jumlah kasus yang diajukan ke pengadilan.
3)Vonis hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan oleh pengadilan tidak membuat efek jera
·         Persoalan Kekayaan Intelektual Indonesia
Diseminasi yang belum tuntas
Diseminasi peraturan perundangundangan di tengah-tengah masyarakat merupakan rangkaian dari sistem hukum secara keseluruhan. Artinya, suatu ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh pemerintah agar supaya ketentuan hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak.
-Ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti : hak cipta , paten , merek , perlindungan varietas tanaman (PVT) , rahasia dagang , desain industri , dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh.
Hal ini merupakan salah satu titik lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.
·         Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
-Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia ketiga.
-Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia, seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas.
-Sangat jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan ke pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu dapat ditemui dengan mudah di hampir setiap sudut kota di Indonesia.
-Lemahnya penegakan hukum hak kekayaan intelektual membuat Indonesia dimasukkan ke dalam daftar “priority watchlist country” oleh Amerika Serikat.
·         Jumlah paten masih minim
-Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka akan semakin miskin dan terkebelakang pula negara tersebut.
-Dari jumlah paten yang dihasilkan selama 2002, jumlah paten domestik yang dalam proses pemeriksaan substantif sebanyak 21 Jumlah paten sederhana sebanyak 51
-Paten asing yang dihasilkan pada 2002 sebesar 2.471 dan 14 untuk paten sederhana.
-Perolehan paten domestik secara keseluruhan di Indonesia pada 2002 kurang dari 3%.
-Menurut Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPS Agreement), jumlah paten domestik minimal 10% dari jumlah keseluruhan paten di Indonesia.
·         Dinamika Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia
-Sejak 1958 hingga tahun 1988 hampir semua album musik dari musisi internasional yang diedarkan di Indonesia adalah produk ilegal.
-Pemicunya adalah keluarnya Indonesia dari Konvensi Berne (persetujuan internasional mengenai hak cipta) pada 1958 akibat kebijakan Perdana Menteri Djuanda
-Keikutsertaan Indonesia di Konvensi Berne kembali diratifikasi pada tahun 1997. Lalu di tahun 2002, keluar UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

H.    PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN MILIK INTELEKTUAL DI INDONESIA
Konsep perlindungan terhadap HKI pada dasarnya adalah memberikan hak monopoli, dan dengan hak monopoli ini, pemilik HKI dapat menikmati manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual yang didapatnya. Perlu diakui bahwa konsep HKI yang kita anut berasal dari Barat, yaitu konsep yang didasarkan atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan (invention). Pemberian hak monopoli kepada individu dan perusahaan ini, sering bertentangan dengan kepentingan publik (obat, makanan, pertanian). Di samping itu, berbagai perundangan HKI pada kenyataannya tidak dapat melindungi pengetahuan dan kearifan tradisional (traditional knowledge and genius). Dimasukannya masalah HKI kedalam bagian dari GATT melalui TRIPS, menambah kesenjangan dalam pemanfaatan kekayaan intelektual antara negara maju dan negara industri baru/berkembang. HaKI dibangun di atas landasan “kepentingan ekonomi”, hukum
tentang property (intellectual property). HKI identik dengan komersialisasi karya intelektual sebagai suatu property. Perlindungan HKI menjadi tidak relevan apabila tidak dikaitkan dengan proses atau kegiatan komersialisasi
HAKI itu sendiri. Hal ini makin jelas dengan munculnya istilah “Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights” (TRIPs), dalam kaitannya dengan
masalah perdagangan internasional dan menjadi sebuah icon penting dalam
pembicaraan tentang karya intelektual manusia. Ini pun berarti bahwa HKI
lebih menjadi domainnya GATT-WTO, ketimbang WIPO. Karakter dasar
HKI semacam itulah yang diadopsi ke dalam perundang-undangan Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa pembentukan hukum HKI di Indonesia merupakan
transplantasi hukum asing ke dalam sistem hukum Indonesia.
           Kondisi Indonesia yang sangat heterogen dengan tingkat modernisasi masing-masing golongan masyarakat yang berbeda, tidak memungkinkan penerapan HaKI secara tegas. Ada sebagian masyarakat yang masih terikat pada tradisi, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk menerima norma hukum HaKI. Sebaliknya, ada pula sebagian anggota masyarakat yang berjiwa entrepreneur, sehingga menyambut baik kehadiran HaKI. Dan di antara kedua kelompok itu, ada kelompok masyarakat transisi, yang sudah bisa menerima nilai-norma globalisasi tetapi juga masih tidak bisa berpisah dengan kearifan tradisi.
Walaupun demikian, perlu dipahami bahwa HaKI harus dikembangkan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Misalnya, dalam konteks pengembangan software, HaKI dapat mendorong produktifitas programmer dan software house Indonesia. Para pengarang, penyanyi, aktor, aktris, dan para pekerja seni yang lain juga membutuhkan HaKI untuk melindungi hasil karya mereka. Selain itu, tidak boleh dilupakan bahwa pembajakan dan penjiplakan juga dapat merugikan para importir dan pemegang lisensi. Sehingga dalam langkah Indonesia ke depan, perjuangan melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual perlu dilakukan atas dasar manfaatnya bagi Indonesia, baik manfaat ekonomi, sosial, maupun politik internasional.







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Setiap karya-karya yang lahir dari buah pikir yang cemerlang yang berguna bagi manusia perlu di akui dan dilindungi. Untuk itu sistem HaKI diperlukan sebagai bentuk penghargaan atas hasil karya. Disamping itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Hak Atas Kekayaan Intelektual sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang hak atas kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negara Belanda itu sendiri, dan diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.

B.     SARAN
Ditinjau dari sudut perangkat perundang-undangan, Indonesia sudah mempunyai perangkat yang cukup di bidang HaKI. Namun pengetahuan tentang HaKI dan perangkat perundang-undangan dimasyarakat dirasakan masih kurang dan perlu ditingkatkan, sehingga perlindungan HaKI betul-betul dapat ditegakkan.
Disarankan kepada masyarakat agar mengetahui pentingnya menghargai HKI dalam kehidupan. Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai hasil karya cipta seseorang. Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia. Sehingga negara Indonesia ini dapat mencapai tujuannya untuk menjadi bangsa yang lebih baik dari sebelumnya dalam segala bidang.
Perlunya pendaftaran HAKI atas karya yang sudah diciptakan agar hal seperti ini tidak terjadi. Pemerintah juga hendaknya perlu mengupayakan perbaikan-perbaikan di bidang perlindungan dan penegakan hukum HAKI agar tidak lagi masuk dalam kategori Priority Watch Listdan akan mendapat sanksi ekonomi yang dapat berupa ekspor, pengurangan kuota perdagangan bahkan sampai dengan embargo ekonomi. Keadaan tersebut dapat menghambat masuknya investasi ke Indonesia, apabila pemerintah tidak secepatnya memperbaiki sistem HAKI ini, dan reputasi Indonesia di mata dunia internasional akan benar-benar terancam.
Sekarang ini banyak kasus-kasus pelanggaran HAKI yang belum bisa pemerintah selesaikan. Untuk itu, maka pemerintah seharusnya dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAKI yang ada, karena penuntasan kasus tersebut sangatlah penting untuk mengembalikan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA

Saidin, 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:  Raja Grafindo.
Djaja, Ermansjah, Dr., S.H., M.Si. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual.Jakarta: Sinar Grafika


Pandangan Sifat Dasar Akuntansi, Penyusunan dan Pembuktian Teori

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... .... DAFT...